Perjalanan Seorang Founder: Rommy Mendirikan Sakola Kembara untuk Pendidikan Inklusif

Perjalanan Seorang Founder: Rommy Mendirikan Sakola Kembara untuk Pendidikan Inklusif

Membicarakan tentang “founder” di era digital ini, yang terlintas dalam benak kita mungkin adalah pendiri startup teknologi atau perusahaan rintisan yang sedang naik daun. Namun, ada satu cerita yang mengubah perspektif kita tentang apa artinya menjadi seorang founder sejati. Ini adalah cerita tentang Rommy, founder Sakola Kembara dan alumni ITB yang memilih mendirikan gerakan pendidikan untuk menciptakan perubahan sosial yang nyata.

Ketika Kesadaran Akan Privilege Muncul

Rommy lahir dari keluarga sederhana. Namun karena tinggal di Jakarta, ia berkesempatan bersekolah di tempat terbaik, seperti SMPN 115, SMAN 8, hingga akhirnya melanjutkan pendidikan di Institut Teknologi Bandung.

Pencapaian yang membanggakan, bukan? Dengan latar belakang pendidikan seperti ini, Rommy bisa saja menjadi founder startup teknologi atau perusahaan yang menguntungkan secara finansial.

Namun justru di tengah perjalanan akademiknya yang cemerlang, calon founder ini menemukan sesuatu yang membuatnya resah. Ia mulai menyadari bahwa anak yang bersekolah di tempat bagus mayoritas berasal dari keluarga berada.

Bukan kebetulan semata, tetapi memang ada pola yang jelas. Penelusuran literatur yang dilakukannya pun membuktikan hal tersebut. Kemampuan akademik sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi orang tua.

“Ini adalah kesempatan yang mungkin tidak dimiliki jutaan anak Indonesia lainnya,” demikian kesadaran yang muncul dalam diri Rommy. Dari keresahan itulah, keputusan untuk menjadi founder Sakola Kembara lahir.

Memulai sebagai Founder dari Langkah Kecil

Berbeda dengan founder pada umumnya yang memulai dengan mencari pendanaan atau investor, Rommy sebagai founder Sakola Kembara memulai dari tindakan nyata. Ia memulai gerakan mengajar di akhir pekan, memberikan bimbingan belajar gratis bagi anak yang kurang mampu. Tidak ada pitch deck yang menarik, tidak ada presentasi untuk investor, hanya niat tulus untuk menciptakan kesempatan yang lebih adil bagi anak Indonesia.

Yang mengejutkan, dari gerakan kecil seorang founder ini ternyata banyak orang yang tertarik untuk bergabung. Seperti startup yang mendapat perhatian, namun penyebarannya bukan melalui strategi marketing, melainkan dari mulut ke mulut. Yang menyebar bukan iklan berbayar, tetapi semangatnya.

Dari sebuah ruang belajar kecil, visi seorang founder ini kini telah berkembang menjadi ekosistem pendidikan bernama Sakola Kembara. Prinsip yang diusung sangat jelas, “Tanpa seleksi akademik dan tanpa meminggirkan yang rentan.”

Momen yang Menguatkan Visi Seorang Founder

Setiap founder pasti memiliki momen yang menguatkan visi mereka. Bagi Rommy, momen tersebut terjadi saat Asrama Intensif Generasi 3. Puluhan siswa tidur berdesakan di rumah kontrakan. Bahkan ada yang tidur di tempat terbuka, beratap langit dan beralaskan semangat.

Kondisi tersebut jauh dari gambaran kesuksesan yang biasa ditampilkan para founder di media sosial. Namun justru di situlah Rommy menyaksikan pemandangan yang jarang muncul di ruang kelas formal, yaitu semangat belajar yang luar biasa tinggi.

Ini adalah validasi paling autentik untuk visi seorang founder, tidak dibuat buat, murni lahir dari hati yang haus akan pendidikan. Dari pengalaman itulah keyakinan founder Sakola Kembara ini semakin kuat, “Kesempatan jauh lebih berharga dari kemewahan.”

Perubahan Perspektif Seorang Founder

Bertahun tahun menjalankan Sakola Kembara mengubah cara pandang Rommy sebagai seorang founder. Sebagai anak dari keluarga yang kurang mampu, mudah baginya untuk membangun narasi sebagai “founder yang berhasil dengan usaha sendiri”. Cerita seperti ini sangat menarik untuk personal branding seorang founder sukses.

Namun setelah bertemu dengan berbagai anak Indonesia melalui Sakola Kembara, perspektif founder ini berubah total. Ia menyadari bahwa semua pencapaiannya bukan semata karena kehebatan pribadi, tetapi juga karena ia diberi kesempatan.

Segala bentuk kemampuan yang dimiliki pada dasarnya adalah titipan dan rahmat dari Yang Maha Kuasa. Akan sangat disayangkan jika tidak dimanfaatkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain.

Inilah yang membedakan Rommy dari founder lainnya. Baginya, kesuksesan bukan diukur dari valuasi perusahaan atau jumlah pendanaan, melainkan dari berapa banyak anak yang mendapat kesempatan setara.

Bergabung dengan Gerakan yang Didirikan Founder Ini

Sebagai founder yang berpengalaman membangun gerakan dari nol, Rommy memahami bahwa perubahan besar dimulai dari orang orang yang percaya pada visi yang sama. Ini bukan tentang gaji besar atau jabatan prestisius. Ini tentang berapa banyak masa depan yang dapat diubah. Menjadi bagian dari tim yang dampaknya tidak diukur dari profit margin, melainkan dari senyum anak yang akhirnya memiliki kesempatan setara.

Kalau kamu percaya setiap anak Indonesia berhak menentukan masa depannya sendiri, dan kamu pengen ngerasain jadi bagian dari perubahan yang beneran bermakna, kamu bisa langsung daftar di Sakola Kembara untuk jadi bagian dari gerakan ini.

Karena seorang founder sejati bukan diukur dari seberapa besar perusahaannya, melainkan seberapa banyak kehidupan yang dapat disentuh dan diubah menjadi lebih baik.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *